BATAN sebuah nama sakral untuk litbang nasional di bidang nuklir. Hari ini saya belajar banyak darimu. Disiplin dan pantang menyerah. System yang ketat dan multidisiplin. Perangkat peneliti yang teliti yang menjunjung tinggi profesionalitas. Di sudut yang lain saya masih heran, harusnya PLTN dapat hadir di Negara ini mengingat kinerjamu yang tinggi.
Siang kian membara. Motor lusuh
pinjaman bapak tercinta mulai kukayuh slahnya. Ngreng..ngrengg. Di bawah terik
sinar yang mulai membakar tanganku. Berteman satu batang 76 kretek yang lincah
dianatara jari-jariku. Dengan kecepatan bernada tenang kumulai menuju
ketempatmu, BATAN.
Tas hitam itu menyimpan dokumen
penting untuk menunjang studiku di UII. Laporan PKL yang belum genap di ACC
oleh perangkat pejabat di BATAN. “Permisi bu.” Ucapku pada wanita paruh baya
berbaju putih bercelana biru. Meski wanita, ia nampak tegas dan berwibawa, pun
santun.
Setelah melempar senyumnya ia menjawab sapaanku,”Ada yang bisa dibantu mas?”
Setelah melempar senyumnya ia menjawab sapaanku,”Ada yang bisa dibantu mas?”
“Mau bertemu Bu Endang.”
Tak lama ia menyiapkan surat
keterangan (disediaka bagi tamu berisi data detail penamu dan yang ditemui),
khas BATAN banget. Semua orang asing yang masuk terdata, aman. Meski agak ribet
jika tiap hari begitu terus menerus.
Bangunan tinggi menjulang.
Reaktor kartini. Salah satu reaktor diantara dua reaktor nuklir riset yang
berdiri kokoh di Indonesia. Temannya berdiri kokoh di serpong. Aneh, banyak
yang kontra PLTN tidak bisa didirikan di Indonesia, padahal sejak lama reaktor
nuklir telah berdiri. Meski di jawa banyak gempa, nyatanya masih aman-aman
saja. Potensi uranium yang berjuta ton sampai sekarang mau dikemanakan emang. Di
belakang reaktor itu terdapat gedung yang berdaya guna untuk proses bahan untuk
riset. Gedung 07. Langkahku menuju sana dengan optimis, minta acc laporan PKL
yang sebenarnya sudah lewat masa iddahnya.
Bapak berkaus biru nampaknya masih
seperti dulu sibuk dengan kain pelnya. Saya mulai memasuki gedung tua itu
dengan menyapanya. “Pak.” Sambil senyum. Bapaknya taklam melempar senyum juga. Kemudian
saya memasuki ruangan beraroma pengabdian atas kemajuan sains.
Dengan optimis kusodorkan laporan
itu berharap langsung diacc. Alhamdulillah setelah kemarin dikoreksi dengan
seksama dan telah kuperbaiki akhirnya laporan itu diacc dengan mudah. Tangan bu
Endang begitu lincah dan hati-hati ketika menggoreskan tintanya. Beres. Tinggal
minta paraf ke pejabat yang lain, bapak-bapak yang itu (lupa namanya).
Tiba diruangnya, beliau tak ada. Setelah
menunggu sejenak, beliau muncul. Langsung kusodorkan laporan itu. “Ah pasti
mudah, tinggal diparaf doing.”Fikirku. Ternyata beliau teliti perlembar dengan
cermat. Hingga………..”Ini nama pak setyadji salah bukan Ir. Moch. Styadji, MT,
harusnya Ir. Moch. Setyadji, MT.”
Masya Allah kurang huruf “e”.
Dan saya harus mengulang ngeprint
kurang lebih 10 lembar halaman pengesahan, berikut meminta 30an tanda tangan
dari 6 orang pejabat kampus dan BATAN. Alhamdulillah ya :D.
Gontai, langkahku. Senyumku palsu.
Setelah revisi berkali-kali, revisi lagi. Dan kudu meliwati rintangan
administrasi panjang lagi.
Jangan remeh temeh dengan huruf,
meski hanya satu huruf, perhatikan baik-baik jika tidak ingin menyesal.
Percayalah. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar