Sebagian orang sering meremehkan cerita dongeng. Kadang
dianggap kekanak-kanakan. Mereka lebih bangga dengan novel-novel tebal.
Perempuan lebih suka novel dengan dinamika romantika. Pria lebih suka novel
dengan nuansa adventure dan logika.
Sedangkan dongeng
mereka tempatkan dalam dunia anak kecil yang fatamorgana. Itu sebagai
paradigma. Meski, realitasnya tidak selalu. Masih ada yang suka dongeng. Masih
ada yang selalu rindu fantasi, imajinasi. Walau kadang tidak masuk akal, dongeng
adalah keabadian akal. Ketika akal melayang, ia bebas, “aku berfikir, maka aku
bebas.” Maka jangan anggab ini serius. Tidak ada yang serius dalam otakku.
Bukankah dunia hanya sendau gurau?
Andaikata dunia saat ini seperti yang kita lihat,banyak gedung gemerlap di malam hari, sepeda motor dan mobil berlalu lalang. Ada pesawat terbang, helikopter, kapal, kereta api, dan perangkat modern lainnya. Tahukah bahwa dahulu sekitar 1000 abad lalu ada dunia yang tak kalah canggih seperti sekarang?
Saat itu ada “Bayu
Muter”, seperti helikopter jaman sekarang. Bayu Muter tidak berpilot. Bayu muter
dikendalikan dengan energi dengan kuantum pada dimensi yang belum terjamah oleh
manusia. Seperti gelombang pada siaran radio, televisi, namun berbeda. Energi
itu digerakkan dengan “sabdo kencana”, seperti remot control. Bayu Muter
digunakan untuk meninjau daerah-daerah tempat para buruh bekerja membangun
gedung-gedung megah. Yang mengendalikan Bayu Muter adalah mereka para Jin. Kala
itu Jin dan manusia bersahabat baik.
Suatu ketika Bayu Muter sedang bekerja. Melintasi alam pada ketinggian Lithosfer. Mereka mulai mengeluarkan radiasi sinar. Sinar itu sekaligus berfungsi sebagai gelombang. Gelombang itu berbeda dengan gelombang alpha, bheta, gamma. Namun secara prinsip sama. Gelombang itu memantulkan terhadap materi yang dikenainya. Sehingga pantulannya dapat melaporkan materi yang dikenai dari karakteristik hasil pantulannya. Sehingga seekor Bayu Muter dapat mengetahui kondisi para buruh membangun gedung-gedung. Anehnya Bayu muter tidak dicipta dengan partikel padat. Bayu Muter terbuat dari gas. Sehingga tak terlihat oleh buruh, kecuali dengan mata batin yang tinggi, atau memakai kaca mata Malawasesa.
Edward, salah satu jin
kala itu sedang asik bermain sabdo kencono. Ia Nampak asik mengendalikan Bayu
Muter. Edward adalah jenis jin merah. Ia bertugas untuk mengawasi buruh.
Sedangkan para buruh terdiri dari jin hijau dan jin kuning. Mereka jenis jin
yang rajin namun kesaktiannya kalah dengan jin merah. Edward harus
menyelesaikan pekerjaannya mangawasi buruh sampai waktu ashar tiba. Jika tidak
ia akan dicekik oleh Menggala.
Menggala adalah jenis jin hitam. Ia merupakan panglima jin kawasan Jawa dan Kidulan. Ia tinggal di samudra pasifik. Dulu Asia, afrika masih menyatu. Kawasan itu menjadi satu benua bernama Jawa . Sedangkan daratan lainnya hanya di kutub selatan, bernama Kidulan.
Di Jawa Menggala menangani 1000 jin merah. Setiap hari ia mencekik 100 jin merah yang tidak becus mengawasi para buruh. Menggala menghubungi jin merah dengan uger-uger swara (seperti handpone tapi permanen melekat di di sela kuping dan mulut namun tidak terlihat, tidak berpulsa, dan gratis menggunakan energi kehidupan, selama jin masih hidup ia mensuply energy). Menggala beserta seperangkat jin merah, hijau, dan kuning mempunyai tugas untuk menggarap peradaban Memayu Hayuning Bawana di bawah perintah Rajanya, Sulaiman.
Sulaiman raja yang baik hati, ia selalu perhatian pada rakyatnya. Meski manusia, mayoritas rakyatnya adalah jin. Mereka tunduk pada Sulaiman atas perintah Hyang Widi (Tuhan yang Satu). Sulaiman tinggal di pedukuhan Saba di ujung Jawa Selatan. Ia tinggal di kerajaan Bara.
Ketika itu Sulaiman sedang tertidur. Para jin sedang asik mengerjakan proyek Memayu Hayuning Bawana. Suatu Proyek peradaban yang menjanjikan kecanggihan teknologi. Tentu akan berdampak pada 5000 teriliun penghuni Jawa dan Kidulan. Menambah kesejahteraan mereka.
Edward kebetulan sedang bertugas mengawasi di dusun Saba. Ketika asik mengendalikan sabdo kencono ia tidak sengaja melihat rajanya tertidur dari sinyal Bayu Muter. Edward penasaran dengan wajah rajanya. Ia terbang menuju kerajaan.
Sesampai di kerajaan, ia masuk perlahan menggunakan ajian samun putih. Ia mengendap-endap masuk menuju bangunan kecil mirip stupa. Ia mengintip Sulaiman tertidur dengan posisi duduk, tangan kanan memegang tongkat kayu yang menopangnya. Beliau nampak kelelahan di tengah bangunan kecil, seperti stupa itu.
Di sela-sela gedung Edward mengintip rajanya. Prajutin Kantosa datang, ia punya mata batin kuat. Sehingga ia dapat mengetaui siapa meski menggunakan ajian samun putih.
“Hey, kenapa
ngintip-ngintip begitu?” Teriak Prajurit Kantosa (prajurit kerajaan Bara). Ia
Jin putih, jin kerajaan.
“Ee, anu.”
“Anu apa?”
“Ampun eyang, ini, ndak sengaja tadi saya lihat baginda
Sulaiman tertidur, lalu saya mendekat penasaran ingin melihat wajahnya.
Semenjak hidup 200 tahun ini saya belum pernah melihat beliau sebelumnya.”
Rengek Edward nervous.
“Wo, masih muda aja
berani bertingkah, mbagusi pakai ajian
samun putih segala. Beliau lagi istirahat. Jangan sampai membangunkan. Untung
belum terbangun, kalau sampai terbangun tadi sudah saya putus ekormu. Ayo ikut
aku terbang keluar dari kerajaan.” Pesan prajurit kantosa bernada marah.
Kemudian mereka terbang ke luar kerajaan. Sesampai di luar, Prajurit Kantosa mengasih wejangan panjang seharian penuh. Setelah itu prajurit Kantosa ingin pulang kembali ke kerajaan. Namun tiba-tiba ada dering uger-uger swara. Di batinnya terbaca dari Manggala.
“Waduh si bos manggil, sialnya pasti dicekik ini.” Gerutu Edward. Kemudian ia mengangkat uger-uger swaranya.
“Halo, Edward. Gimana
laporan hari ini kok belum ada serat katidarta masuk (serat katidarta seperti
email dijaman sekarang namun spesifik melaporkan tugas jin merah untuk
Menggala).”
“Iya maaf ini gara-gara
Prajurit Kantosa bos.”
“Kurang ajar, kok saya
kamu bawa-bawa?” Sambar prajurit Kantosa marah.
“Eh,ampun eyang, salah
ucap” Sambut Edward bernada memelas.
“Kamu sama siapa
ini?”Tanya Menggala tegas.
“Ini saya sama prajurit
Kantosa bos. Kebetulan tugas saya kan di kawasan Bara, terus ndak sengaja
melihat Baginda Sulaiman di layar sabdo kencana. Karena penasaran saya ke sana
bos. Ketemulah dengan eyang prajurit Kantosa. Lalu saya dimarahi bos. Jadi
belum bisa melaporkan serat katidarta.”
“Semprul, malah ngglidik tekan Bara. Ya sudah sekarang
lihat jin hijau dan kuning bekerja. Tapi sebentar lagi saya terbang ke sana
untuk mencekikmu.”
“Ampun bos. Baik saya
akan ambil sabda kencana dulu di saku.”
Edward bergegas mengambil
sabda kencana dan melihat kordinat pengawasan Bayu Muter. Terahir masih terekam
di Kerajaan Bara tempat Edward melihat rajanya. Setelah melihat kembali, Edward
heran tongkat kayu yang menyangga tangan kanan rajanya tidak ada. Ia melaporkan
kejadian itu kepada prajurit Kantosa yang saat itu sedang bergegas mau terbang
kembali ke kerajaan.
“Eyang, jagan pulang
dulu. Coba lihat ini. Baginda Sulaiman terlihat merunduk dan tangan kanannya
tidak ada ditopang tongkat kayunya.”
“Wheladhalah, saya
harus segera mengecek ke kerajaan.”
Kemudian prajurit Kantosa terbang ke kerajaan. Seperempat detik ia sampai di kerajaan. Sesampai di sana ia mendapati rajanya terduduk merunduk tongkat kayu rajanya patah. Persis seperti yang dilayar sabda kencana. “Baginda prabu, baginda prabu!” teriaknya kepada sang raja. Namun tidak terbalas. Ia kemudian menepuk pundak rajanya. Tidak ada respon juga. Ia meneteskan wandhi (semacam keringat pada manusia, namun hanya dimiliki jin, keluar dari tubuh jin ketika cemas atau panik). Kemudian ia mengecek nafas dan detak jantung sang raja.
“Innalillahi wa innailaihi raji’un.” Ia mendapati rajanya telah tiada.
Berita kematian Sang
Raja menyebar dalam media-media internasional. Dari pelosok Jawa dan kidulan
hingga beberapa planet terdekat juga ahirnya mengetahui. Manggala dan
seperangkat jin bawahannya frustasi. Proyek besar Memmayu Hayuning Bawana
kacau. Berhari hari para jin saling berontak dan sulit dikendalikan. Antara jin
hijau dan kuning merasa dibodohi oleh Menggala. Beberapa jin merah juga menjadi
provokator untuk melawan menggala dengan mengatas namakan HAJ (hak asasi jin).
Di sisi lain jin merah tetap setia pada Mangala.
Beberapa perang pun terjadi. Perang antara kubu Menggala dengan pembangkangnya. Menggala pun bingung mau dibawa kemana pemerintahan ini. Sepeninggal raja Sulaiman tak ada lagi sosok raja yang dapat dipatuhi. Pada ahirnya perang besar terjadi.
Sekitar 1000 milyar jin hijau dan kuning menyerbu di samudra pasifik dibawah komando 20 jin merah pemberontak mengejar Manggala, prajurit Kantosa keluar dari kerajaan, mereka membantu Manggala. Namun hanya 200 milyar jin hijau dan kuning dan 30 jin merah yang mau membantu Manggala. Sedang yang lainnya bingung mau berpihak siapa, termasuk Edward.
Laut nampak silau. Para jin menggunakan senjata dan ajian yang mengeluarkan cahaya yang terang. Dengan kuantitas yang banyak, cahaya benderang. Namun ombak menerjang. Perang tersebut menumpaskan nyawa banyak jin.. Perang semakin menjadi-jadi. Perang tersebut menghasilkan energy yang luar biasa. Berbeda dengan perang manusia. Jin berperang mengeluarkan energy atas kesaktian yang dimiliki. Hingga ledakan-ledakan di samudra terjadi bertubi-tubi. Cahaya yang sangat silau dan ledakan yang sangat besar ahirnya terjadi. Samudra seperti bolong paska ledakan. Hingga menghasilkan gelombang tsunami yang besar sekali. Samudra goyang. Bumi bergoncang, kesetimbangan alam goyah mengakibatkan gemuruh badai dan hujan, dan angin topan yang meliputi seluruh bumi.
Banjir besar pun terjadi, air bah. Gedung-gedung modern hancur, daratan tenggelam. Peradaban tenggelam. Namun masih tersisa beberapa manusia dan jin yang masih bisa hidup. Meski hanya beberapa. Namun tanpa mereka tidak ada peradaban seperti sekarang.
Dunia memang hanya dongeng. Orang yang tahu tak ada lagi kelezatan. Ruang dan waktu hanya menipu. Hidup mati hanya menjebak. Sehingga orang yang tahu akan tahu. Dialah yang sejati itu.
@SemarTobat
Boljug khayalannya..potensial jadi serial. Pan lagi musim tu hal2 yg berbau dunia lain. Hehe
BalasHapusemang itu 100 % khayalan? hahaa
BalasHapus