Duduk
termenung mendengarkan kata hati. Sejenak bayangmu menghiasi sore ini. Baru beberapa
hari ketika aku melihatmu tersenyum ceria. Raut wajah yang natural terhias
dalam eloknya pesonamu yang rumit. Saat engkau berlenggak-lenggok berjalan
girang, tiba-tiba menyapaku. “Mas Adiiin!” Suaramu terlihat merdu meski
cempreng dan fals. Aku terhibur dalam denyut yang nyaman. Candu menggelegak
membuka urat nadi untuk menyalurkan darah dengan cepat.
Sekarang
ini aku hanya bisa merasakan kehadiranmu dalam imajinalku yang sulit. Terbatas
pada angan yang kias. Kerinduan seorang perindu untuk merindukan sosok yang dirindu.
Kepasrahan yang tiada pasrah untuk memaksakan pasrah atas kepasrahan yang
berpasrah. Dug..dug..dug bunyi jantung pertanda imajinalku adalah realitas. Ya,
saya